Sabtu, 11 September 2010

KEBERUNTUNGAN

Bertasbihlah

Surat ini termasuk salah satu surat yang diawali dengan tasbih. Surat-surat tersebut ada yang dibuka dengan tasbih dalam bentuk past tense (fi’il madhi) ada yang berbentuk present tense (fi’il mudhari’) dan ada yang berbentuk kata perintah (fi’il amr) seperti surat yang sedang kita tadabburi kali ini. “Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi” (QS. 87: 1)

Dan siapa yang lebih berhak untuk ditinggikan dan disucikan melainkan hanya Dzat yang serba maha ini. Tuhan yang maha tinggi, kemuliaan-Nya tiada yang melangkahinya, keperkasaan-Nya tiada yang sanggup menandinginya.
Dalam setiap ruku’ dan sujud kita selalu membaca tasbih, mengakui kesucian dan ketinggian-Nya, maka di luar shalat seharusnya kita lebih menyucikan dan meninggikan Allah. Dan ketinggian di sini bukanlah sebuah ketinggian materi dan tempat atau kedudukan. Namun ketinggian dengan segala maknanya. Berkuasa, serba mampu bertindak dan melakukan apa saja. “Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya)” (QS. 87: 2) Allah lah Sang Pencipta dengan sebenar makna penciptaan yang selalu menyempurnakan ciptaan-Nya. Apalagi ciptaan Allah yang bernama manusia, Allah bekali dengan segala kesempurnaan([4]). “Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk” (QS. 87: 3) Asy-Syibli dan Abu Bakar al-Wasithy mengatakan “Allah menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan, Dia tunjuki jalan kebahagiaan dengan mudah untuk orang-orang yang berbahagia. Dan Dia mudahkan jalan kesengsaraan bagi orang-orang yang celaka” ([5]). Al-Baghawi memberikan penafsiran lain, “Allah tentukan kemanfaatan dan memberikan jalan serta petunjuk bagi manusia untuk mengeluarkan dan memanfaatkannya” ([6]). “Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman” (QS. 87: 4-5) Dialah yang menumbuhkan dan menghidupkan rumput basah dan menjadikannya rizki serta makanan untuk binatang ternak. Dia juga yang sanggup mematikannya, mengubahnya dari segar dan basah menjadi kering kehitaman([7]).

Ghutsa`” artinya kering sehingga mudah terbawa air atau tiupan angin dan “Ahwa” berarti hitam, dan tidak seperti aslinya yaitu berwarna hijau([8]). Ibnu Manzhur mengatakan aslinya adalah hitam, dipakai untuk tumbuhan yang kering. Beliau menukil dari al-Jauhari bahwa ahwa dipakai untuk warna hitam campuran karena warna aslinya tidak demikian([9]). Az-Zamakhsyari menambahkannya ia menjadi kering dan kemudian hancur([10]).

Tanaman yang tadinya hijau. Indah dipandang mata. Ranting dan daunnya terlihat gagah dan kencang, kemudian bisa berubah menjadi kering dan berwarna hitam. Hitam yang mengerikan. Tanda kematian.Seharusnya manusia berpikir. Sebagaimana tumbuhan berotasi, ia pun akan mengalaminya. Dari tak berdaya saat menjadi bayi kemudian menjadi gagah ketika berusia remaja dan dewasa. Ia juga akan seperti tanaman, kering dan kemudian mati. Siapakah yang membuat rotasi usia ini.

Allah Menjaga Wahyu dan Kitab-Nya

Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa. Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi” (QS. 87: 6-7) Allah menjaga wahyu dan kitab-Nya dengan menurunkan malaikat Jibril yang terus memantau hafalan Nabi Muhammad saw dan mengeceknya terus. Sebagian ulama mengartikannya bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dikaruniai hafalan yang sangat kuat sehingga tidak akan lupa. Kecuali hal-hal yang dikehendaki oleh Dzat Yang Maha Tahu. Dan hal tersebut tidak terjadi. Yang menarik dalam ayat ini adalah perpindahan kata ganti dari kata ganti pertama“سنقرئك” yang berarti “akan Kami bacakan” menjadi kata ganti ketiga “إلا ما شاء الله” yang berarti “kecuali yang Allah kehendaki”. Al-Alusy mengomentari hal ini, “gaya bahasa (uslub) iltifât (berganti) ini untuk menandai pendidikan ketuhanan dan untuk menampakkan kemahabesaran Allah. Karena lafzhul jalalah (Allah) terasa melekat dengan berbagai nama dan sifat ketuhanan” ([11]). “Dan kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah” (QS. 87:) Allah lah yang memudahkan jalan bagi Nabi Muhammad saw untuk menghafal-kan kalam dan wahyu-Nya. Dengan menurunkan malaikat Jibril seperti yang disinggung sebelumnya. Juga dengan memudahkan dalam menghafalnya. Ibnu Katsir dan al-Qurthuby menafsirkannya lebih umum yaitu memudahkan jalan kebaikan([12]). Maka lakukanlah dan amalkanlah yang kau terima dengan terus berdakwah. “Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat” (QS. 87: 9) Lakukanlah terus mengingatkan kaummu wahai Muhammad, meskipun bagi sebagian orang peringatan itu tidak membuatnya mengubah sikap dan pendirian. Sebagaimana yang ditegaskan Imam al-Wahidy. Beliau menambahkan bahwa Nabi Muhammad bertugas mengingatkan saja. Kemanfaatan peringatan itu dikembalikan kepada Allah juga sikap orang-orang yang mendengarnya, apakah percaya atau mendustakannya([13]).

Dua Sikap yang Selalu Ada

Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. Dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya, (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup” (QS. 87: 10-13)
Peringatan dan risalah yang dibawa Nabi Muhammad akan mudah diterima oleh orang yang takut Allah. Karena orang yangtakut kepada Allah maka ia akan berhati-hati dalam bertingkah laku.

Sementara orang yang selalu menjauhinya sesungguhnya orang tersebut mencelaka-kan diri. Karena sikapnya itu akan menjerumuskannya ke dalam neraka. Dan hidup di neraka tidak bisa didefinisikan. Mereka tidak bisa disebut hidup juga tak bisa disebut sebagai mayyit.
Orang-orang yang takut di atas adalah orang yang beruntung. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)” (QS. 87: 14) Karena dari waktu ke waktu mereka selalu berusaha menyucikan diri. Bertasbih dengan lisan dan anggota tubuhnya. Kata-kata yang dikeluarkannya juga bersih karena keluar dari hati yang bersih. Apalagi ia mengimani dan percaya kepada peringatan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Kemudian setelah itu ia mampu menjaga hidupnya secara konsisten dalam keistiqamahan sikap. Dan kali ini Allah menyebut dua amal yang dilakukan oleh orang beruntung yang selalu menyucikan jiwanya. Yaitu dengan zikir dan dan shalat. “Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat” (QS. 87: 15)

Hal ini bertolak belakang dengan sikap orang-orang yang selalu menjauhi peringatan Nabi saw. “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (QS. 87: 16-17)
Hanya orang-orang yang bodoh saja yang memilih keindahan yang semu. Karena kehidupan dunia ini adalah permainan yang ada batasnya. Hal senada juga dipesankan oleh guru besar tarekat asy-Syadziliyah, Ibnu ‘Athaillah as-Sakandary:

Istirahatkanlah dirimu dari mengatur urusan duniawi dengan susah payah. Karena, hal yang sudah diurus oleh orang selain engkau (yaitu Allah), maka tak perlu lagi kau turut mengurusnya” ([14]).

Jika Allah telah menyiapkan segalanya untuk kita di dunia ini maka kita tinggal menjemput nasib kita dengan berusaha dan kemudian memasrahkannya kepada Allah apapun hasilnya. Sikap ini akan terlihat dari pola hidup yang kita jalani. Orang yang matang dalam menerima takdir ini akan senantiasa bersyukur terhadap karunia Allah. Ia akan selalu memper-barui rasa syukurnya. Penerimaan takdir ini juga tidak membuatnya apatis dan gampang menyerah karena dia tahu bahwa Allah menurunkan segala sesuatu dengan sebab. Allah yang mencipta sebab dan memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk melakukan sesuatu untuk menjemput sebab-sebab diturunkannya karunia dan pertolongan Allah. Pukulan tongkat Nabi Musa yang tak seberapa dijadikan Allah sebagai sebab turunnya pertolongan-Nya. Air laut berubah menjadi jalan yang dibentangkan untuk Musa dan kaumnya yang ketakutan dari kejaran Fir’aun yang sangat zhalim. Demikian juga goyangan lemah tangan Maryam terhadap pohon kurma di saat tubuhnya keletihan dan jiwa didera sakit karena difitnah dijadikan sebab turunnya pertolongan Allah berupa buah kurma yang lezat dan siap dimakan.
Orang-orang inilah yang digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang cerdas “al-kayyisu” yaitu orang yang memikirkan dan merancang sesuatu untuk berbekal di kehidupan setelah ia mati. Bahkan ia menyiapkan untuk anak keturunannya sebagaimana persiapan Nabi Ya’kub untuk mengondisikan anak-anaknya agar senantiasa menyembah dna mengenal Tuhannya.
Orang-orang yang demikian adalah orang yang benar-benar laik mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan abadi.

Kebenaran yang Selalu Dibawa Oleh Utusan-Nya
Sudah menjadi sunnah Allah bahwa peringatan-peringatan seperti disebut di atas selalu dibekalkan kepada setiap utusan-Nya dari masa ke masa. “Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa” (QS. 87: 18-19)
Karena al-Qur’an bukanlah kitab yang pertama diturunkan Allah pada Rasul-Nya. Sebelumnya Allah pernah menurunkan kitab-kitab juga shahifah (pluralnya: shuhuf) kepada Nabi dan Rasul-Nya. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan al-Hakim. Abu Dzar pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang jumlah kitab Allah. Beliau menjawab: “ada 104. 10 diturunkan kepada Nabi Adam as. 50 kepada Nabi Syits, 30 kepada Idris. Ibrahim mendapatkan 10. Musa juga mendapatkan 10 sebelum diturunkan Taurat kepadanya. Dan Allah turunkan Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an” ([15]).

Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Shuhuf Musa adalah merupakan nama lain dari Kitab Taurat([16]).
Dan dalam surat ini sebagaimana dalam surat an-Najm disebut dua Nabi ini saja. Hal ini karena mereka berdua (Nabi Ibrahim dan Nabi Musa) yang paling dikenal oleh bangsa Arab waktu diturunkannya al-Qur’an. Nabi Ibrahim as. dikenal dengan syari’ah dan ajarannya yang kemudian disebut dengan hanif. Sedangkan Nabi Musa adalah nabi yang paling dikenal di kalangan ahli kitab yang saat itu juga berinteraksi langsung dengan umat Islam.

Adapun didahulukannya Nabi Musa dalam penyebutan karena beliau membawa syariah dan ajaran yang banyak. Sementara Nabi Ibrahim hanya diberikan shuhuf yang banyaknya hanya 10 lembar saja([17]).
Al-Imam al-Akbar Syeikh al-Maraghi merinci bahwa isi Shuhuf Ibrahim dan Musa ini dijelaskan Allah. Ada 14 hal yang kemudian disebut Allah dalam surat an-Najm ayat 38-54([18]). Ini adalah penjelasan kedua shuhuf yang disebut dalam surat an-Najm ayat 36 dan 37 dan diulang kembali di akhir surat al-A’la. Dan keempat belas hal tersebut intisarinya ada pada ayat 14 dalam surat al-A’la. Bahwa orang-orang beriman yang menyucikan dirinya akan meraih kemenangan Allah dan orang yang memusuhi mereka akan berkesudahan dengan nasib yang sangat buruk.

Secara umum sebagian besar ulama tidak membedakan antara Kitab dan Shahifah. Demikian menurut sebagian besar pakar bahasa, sebagaimana disebutkan dan dinukil oleh Ibnu Manzhur. Shahifah secara bahasa adalah yang didalamnya dituliskan sesuatu. Sedangkan shahifah yang dimaksud di dalam al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi-Nya([19]).
Hanya saja kitab yang dikenal diturunkan Allah kepada para nabinya ada empat yaitu: Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur’an. Mungkin ada benarnya pendapat yang menyebutkan bahwa bisa jadi shahifah yang diberikan kepada nabi jumlahnya lebih sedikit dari yang diturunkan dengan sebutan al-kitab.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang terminologi kitab dan shahifah. Kandungan kedua shahifah yang dimuat dalam surat an-Najm dan surat al-A’la menegaskan bahwa:
  1. Manusia diperintahkan berusaha dan berbuat, kelak ia akan dibalas dan diberi ganjaran sesuai amalnya. Tidak seorang pun dari mereka yang menanggung dosa orang lain.
  2. Keberuntungan, kebahagiaan semua Allah yang memilikinya. Allah juga yang memberi jalannya. Namun, tidak sedikit dari manusia yang memilih jalan kesengsaraan.
  3. Allah adalah akhir dari segalanya. Semua akan kembali kepada Dzat yang kekal ini. Semuanya akan hancur dan binasa.
  4. Kehancuran di dunia Allah timpakan kepada para pendusta dan pembangkang yang selalu melawan para utusan-Nya.
  5. Kebahagiaan dan keberuntungan ditulis Allah sebagai bagian dan nasib untuk orang-orang beriman yang senantiasa menyucikan jiwanya.
Semoga kita termasuk dalam catatan keberuntungan dan kebahagiaan yang dikabarkan Allah dalam al-Qur’an, juga shahifah Musa dan Ibrahim serta yang diturunkan kepada para nabi-Nya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar